Selasa, 29 Mei 2012

Syeikh Abu Nashr As-Sarraj

Syekh Abu Nashr as-Sarraj —rahimahullah— berkata: Para ahli tasawuf berbeda pendapat tentang wajd. Apa sebenarnya wajd itu? Maka Amr bin Utsman al-Makki mengatakan, “Wajd itu tidak mungkin bisa digambarkan dengan ungkapan apa pun, sebab ia merupakan rahasia Allah yang ada pada orang-orang mukmin yang yakin.”

Disebutkan dari al-Junaid —rahimahullah— yang mengatakan: Sebagaimana yang saya kira, bahwa wajd adalah apa yang terjadi secara kebetulan (al-mushadafah). Ini berdasarkan firman Allah:

“Dan mereka mendapati apa yang telah mereka kerjakan itu terwujud.” (Q.s. al-Kahfi: 49)

Yakni, mereka mendapatinya secara kebetulan. Dan firman Allah Swt.:
“Dan kebaikan apa saja yang kamu lakukan untuk dirimu, tentu kamu akan menemukan pahalanya di sisi Allah.” (Q.s. al-Baqarah:110)

Yakni, mereka temukan (secara kebetulan). Dan firman Allah Swt.:
“Tetapi bila didatanginya air itu, ia tidak mendapatinya suatu apa pun.” (Q.s. an-Nur: 35)

Yakni, ia tidak mendapatkan suatu apa pun.

Maka segala yang ditemukan oleh hati (secara kebetulan), baik duka maupun suka adalah wajd. Allah Swt. telah memberitahu tentang kondisi hati, bahwa ia bisa melihat. Kemampuan untuk melihat itulah yang disebut wajd. Allah Swt. berfirman: “Karena sesungguhnya bukanlah buta mata, tetapi buta hati yang ada di dalam dada.” (Q.s. al-Hajj: 46)

Yakni, buta karena tidak mampu mendapatkannya. Sehingga Allah Swt. membedakan antara hati yang mampu menemukan dengan yang tidak mampu menemukan.

Dikatakan pula, bahwa wajd adalah tersingkapnya tutup hati (mukasyafah) dari al-Haq. Apakah Anda tidak melihat seseorang yang semula tenang kemudian bergerak dan menarik nafas panjang? Tapi kadang di antara mereka ada yang lebih kuat melakukan wajd sehingga ia tetap tenang dan tidak terlihat gerakan apa pun. Allah Swt. berfirman, “(Yaitu) orang-orang yang apabila Nama Allah disebut maka hati mereka gemetar.” (Q.s. al-Hajj: 35)

Sebagian guru Sufi (syekh) terdahulu mengatakan, ”Wajd itu ada dua: wajd mulk (karena memiliki) dan wajd liqa’ (karena bertemu). Sebab Allah Swt. berfirman, ‘Maka barangsiapa tidak mendapatkan’ (Q.s. al-Baqarah: 196, an-Nisa’: 92 dan alMa’idah: 89). Yakni, tidak memiliki. Dan firman-Nya, “Dan mereka mendapati apa yang telah mereka kerjakan itu terwujud.” (Q.s. al-Kahfi: 49). Yakni, bertemu dengan apa yang mereka lakukan.

Sementara itu sebagian kaum Sufi yang lain mengatakan: Setiap wajd yang menemukan Anda lalu menguasai Anda, maka itu wajd mulk (karena memiliki), sedangkan setiap wajd yang Anda temukan maka itu disebut wajd liqa’ (karena bertemu), dimana Anda menemukan sesuatu dengan hati, tapi sesuatu itu tidak menetap dalam hati.

Saya mendengar Abu al-Hasan al-Hushri —rahimahullah— berkata: Manusia itu dibedakan menjadi empat macam: (1) Orang yang sekadar mengaku, dimana ia akan tersingkap; (2) Orang yang terhalangi, dimana suatu ketika akan bermanfaat baginya dan suatu ketika merupakan kerugian; (3) Orang yang mampu memahami secara hakikat (mutahaqqiq), dimana ia cukup dengan hakikatnya; (4) Orang yang dalam hatinya menemukan sesuatu (wajid), dimana ia telah fana dengan apa yang ia temukan.

Dikisahkan dari Sahl bin Abdullah —rahimahullah— yang juga mengatakan, “Setiap wajd yang tidak dilandasi dengan al-Kitab (al-Qur’an) dan as-Sunnah adalah tidak dibenarkan (bathil).”

Abu Said Ahmad bin Bisyr bin Ziyad bin al-A’rabi —rahimahullah— mengatakan, “Awal wajd adalah tersingkapnya hijab (tutup hati), ‘menyaksikan’ (musyahadah) Dzat Yang senantiasa memantau, hadirnya pemahaman, memperhatikan apa yang gaib, percakapan dengan rahasia hati dan tidak gundah dengan sesuatu yang hilang, dimana itu adalah fananya diri (nafs) sebagai identitas Anda.”

Abu Said —rahimahullah— mengatakan, “Wajd adalah tingkatan awal orang-orang khusus. Dimana ia merupakan ‘warisan’ pembenaran terhadap sesuatu yang gaib. Tatkala mereka merasakannya dan cahayanya telah menerangi hatinya, maka semua keraguan akan hilang.”

Ia juga mengatakan, bahwa yang menghalangi seseorang untuk wajd adalah karena ia melihat pengaruh diri (nafsu) dan sangat bergantung pada berbagai keterkaitan dan sarana (sebab). Sebab diri akan tertutup oleh berbagai sebab dan sarananya. Maka tatkala sebab-sebab itu telah terputus, dzikirnya telah jernih, hatinya bersih dan lembut, nasihat dan dzikir bisa bermanfaat, menempatkan munajat pada posisi yang aneh dan ketika diseru maka ia mendengar seruan tersebut dengan telinga yang penuh kesadaran dan hati yang menyaksikan serta rahasia hati yang suci, kemudian ia menyaksikan apa yang sebelumnya tidak ada, maka itulah wajd. Sebab ia menemukan apa yang ada pada dirinya sesuatu yang tidak ada sama sekali.
Baca Selengkapnya
Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzily

Barangsiapa memutuskan diri untuk tidak mengurus dirinya dan melimpahkan urusannya pada Allah; memutuskan pilihannyahanya pada pilihan Allah; memutuskan pandangannya hanya memandang Allah; memutuskan kebaikannya hanya pada ilmu Allah disebabkan oleh disiplin kepatuhan dan ridhanya; kepasrahan total dan tawakalnya pada Allah;

maka Allah benar-benar menganugerahkan kebaikan nurani hati, yang juga disertai dengan dzikir, tafakkur dan hal-hal lain yang sangat istimewa.



(Syeikh Abul Hasan berkata pada salah satu muridnya): Aku melihatmu senantiasa mengekang nafsumu dan menarik perkaramu dalam memerangi nafsumu itu. Engkau wahai Luka’ bin Luka’, maksudku dengan itu menyatakan dua nafsu, terhadap leluhur dan pada anak-anak. Engkau ditindih oleh ikut mengatur urusan (yang bukan urusanmu), hingga sampai pada suapan yang engkau makan dan minuman yang engkau teguk, juga dalam ucapan yang engkau katakan atau engkau diamkan. Lalu dimana posisimu di hadapan Yang Maha Mengatur, Maha Tahu dan Maha Mendengar lagi Melihat; Maha Bijaksana lagi Maha Waspada, Yang Maha Agung Keagungan-Nya dan Maha Suci Asma’-asma’-Nya? Bagaimana bisa Dia disertai oleh yang lain-Nya? Karena itu bila engkau menghendaki sesuatu yang akan engkau lakukan atau engkau tinggalkan, maka berlarilah kepada Allah menghindari semua itu, maka Allah pun akan menyingkirkanmu dari neraka. Jangan mengecualikan sedikitpun. Tunduklah kepada Allah, kembalikan dirimu kepada Allah. Sebab Tuhanmu mencipta apa yang dikehendaki-Nya dan memilihkan.

Hal demikian tidak akan kokoh kecuali pada orang yang benar atau seorang wali. Orang yang benar adalah orang yang mengikuti aturan hukum. Sedangkan wali orang yang tidak mempunyai aturan hukum. Orang yang benar bersama hukum Allah, sedangkan wali, fana’ dari segala sesuatu bersama Allah.

Sementara para Ulama ikut mengatur dan memilih, menganalisa dan mengiaskan. Mereka dengan segenap akal dan sifatnya senantiasa demikian. Sedangkan para syuhada’ terus menerus mengendalikan dan berjuang, mereka berperang, membunuh dan dibunuh, dan mereka hidup dan ada pula yang mati. Mereka dihadapan Allah tetap hidup walaupun secara indera dan fisik tidak ada.

Adapun orang-orang shaleh, jasad mereka disucikan sedangkan rahasia batin mereka menggigil dan tegang. Tidak relevan untuk menjelaskan kondisi ruhani mereka kecuali bagi orang yang benar pada awal langkahnya atau bagi wali pada akhir tahapnya. Engkau cukup melihat apa yang tampak pada lahirnya berupa kebajikan-kebajikan mereka, dan jangan berupaya menjelaskan kondisi batin mereka. Kalau engkau inginkan suatu perkara yang hendak engkau lakukan atau engkau tinggalkan, kembalilah kepada Allah, seperti yang kukatakan kepadamu. Mohonlah pertolongan kepada Allah dan kembalikan dirimu pada-Nya. Ucapkanlah:

“Wahai Yang Awal, wahai Yang Akhir, wahai Yang Akhir, aku memohon demi kebenaran namaku pada Asma-Mu, dan sifatku pada Sifat-Mu, dan urusanku pada Urusan-Mu, pilihanku pada Pilihan-Mu, jadikanlah bagiku sebagaimana engkau berikan kepada wali-wali-Mu (Dan masukkan diriku)dalam berbagai hal (pada jalan masuk yang benar, dan keluarkanlah diriku tempat keluar yang benar, dan berikanlah padaku, dari sisi-Mu, kekuasaan yang menolong). Takutlah dirimu untuk bersangka buruk kepada Allah: “Bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”

Aku pernah melihat, seakan-akan diriku duduk dengan salah seorang muridku di hadapan guruku —semoga Allah merahmatinya—, lalu guruku berkata, “Jagalah empat hal dariku. Tiga untukmu dan yang satu untuk orang yang kasihan ini:

Janganlah engkau berusaha memilih persoalanmu sedikitpun, pilihlah untuk tidak memilih.

Berlarilah dari semua upaya memilih itu. Penghindaran pilihanmu pada segala sesuatu, semata untuk menuju kepada Allah. “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan memilih apa yang terbaik bagi mereka.”

Setiap pilihan-pilihan syariat dan tata aturannnya, maka itulah pilihan Allah, engkau tidak memiliki kompetensi di dalamnya, dan engkau harus patuh pada-Nya, simak dan taatlah. Itulah posisi Pemahaman Ilahi (fiqhul-Ilahy) dan Ilmu Ilhami (ilmul-ilhamy). Itulah bumi ilmu hakikat yang diambil dari Allah bagi orang yang bertindak lurus. Fahami dan baca, serta berdoalah kepada Tuhanmu, sesungguhnya engkau berada dalam petunjuk yang lurus. Namun apabila mereka membantahmu, katakanlah, Allah Maha Tahu atas apa yang kalian semua ketahui.



Engkau harus tetap zuhud di dunia dan bertawakal kepada Allah. Sebab zuhud itu merupakan fondasi amal, dan tawakal merupakan modal dalam berbagai tingkah laku ruhani. Bersaksilah kepada Allah dan berpegang teguhlah dalam ucapan-ucapan, tindakan-tindakan, akhlak, dan tingkah laku ruhani. “Barangsiapa berpegang teguh kepada Allah, maka benar-benar ia diberi petunjuk ke jalan lurus.”



Takutlah untuk bersikap ragu, syirik, tamak, dan berpaling dari Allah demi sesuatu. Sembahlah Allah atas dasar agungnya kedekatan, engkau akan mendapatkan kecintaan dan keistimewaan pilihan, kekhususan dan kewalian dari Allah. “Allah adalah Wali bagi orang-orang yang bertaqwa.”

Sedangkan —untuk lelaki yang perlu dikasihani ini— faktor yang menyebabkan putusnya hubungan ketaatan dengan Allah, dan hatinya yang terhijabi dari bukti-bukti ketauhidan, ada dua perkara:

Pertama ia masuk dalam pekerjaan dunianya dengan cara ikut campur mengaturnya. Kedua dalam amal akhiratnya dipenuhi keraguan atas anugerah-anugerah Ilahi Sang Kekasih. Sehingga Allah menyiksanya lewat hijab, dan terus menerus dalam keraguan, serta melalaikannya akan hisab kelak, lalu ia terjerumus dalam lautan tadbir dan takdir (ikut campur aturan dan takdir Allah). Lalu ia mendekati dengan kewaspadaan yang kotor. Apakah kalian semua tidak bertobat kepada Allah dan mohon ampunan kepada-Nya, sedangkan Alllah itu Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. Karena itu kembalilah pada Allah berkaitan dengan prinsip-prinsip pengaturan dan takdir, engkau akan mendapatkan limpahan kemudahan, antara dirimu dengan kesulitan yang ada akan terhapuskan. Setiap ke-wira’i-an yang tidak membuahkan ilmu dan nur, maka ke-wira’i-an itu sama sekali tak berpahala. Sedangkan setiap kemaksiatan yang diikuti oleh rasa takut dan berlari kepada Allah, janganlah engkau anggap sebagai dosa.

Ambilah rizkimu menurut pilihan Allah bagimu dengan mengamalkan ilmu dan mengikuti sunnah Nabi Saw.

Engkau jangan naik ke tahap berikutnya sebelum Allah menaikkan dirimu, sebab dengan tindakanmu itu telapak kakimu bisa tergelincir.

Suatu ketika aku berhasrat pada sedikit saja dari dunia, tidak banyak, lantas aku mengurungkan dan mengkhawatirkan jika hal itu termasuk adab yang buruk (su’ul adab). Aku bergegas kepada Tuhanku, dan ketika tidur aku bermimpi, seakan-akan Nabi Sulaiman as. sedang duduk di atas tempat tidur, sementara di sekelilingnya banyak pasukan. Beliau menyodorkan periuk dan piringnya. Aku melihat suatu hal yang telah disifatkan Allah dalam firman-Nya: “dan piring-piring yang besarnya seperti kolam dan periuk-periuk yang tetap (di atas tungkunya).” (Q.s. Saba’: 13). Lalu tiba-tiba ada yang memanggilku, “Janganlah engkau memilih sedikitpun disisi Allah, namun jika engkau memilih sebagai ubudiyah semata bagi Allah dalam rangka mengikuti Rasulullah Saw. ketika bersabda: “Sebagai hamba yang bersyukur” yakni sebagai Rasul. Kalau toh pun harus memilih, pilihlah untuk tidak memilih. Dan larikanlah pilihanmu itu pada pilihan Allah.”

Aku terbangun dari tidurku, lalu kulihat ada yang berkata padaku, “Sesungguhnya Allah telah memilihkanmu untuk berdoa:

“Ya Allah luaskanlah rizki padaku dari duniaku, dan janganlah engkau jadikan hijab dengannya (rizki dunia) itu terhadap akhiratku. Jadikanlah tempatku di sisi-Mu selamanya dihadapan-Mu, senantiasa memandang dari-Mu kepada-Mu. Tampakkanlah Wajah-Mu dan tampakkanlah padaku dari penglihatan dan dari segala sesuatu selain-Mu. Hapuskanlah penghalang antara diriku dengan Diri-Mu. Wahai Dzat, yang Dia adalah Maha Awal, Maha Akhir, Maha Dzahir, Maha Batin, dan Dia adalah Maha Tahu atas segala sesuatu.”

Manusia paling celaka adalah manusia yang menghalangai diri pada Tuhannya, dan mengambil alih urusan duniawinya, sementara ia alpa akan prinsip dan tujuan, serta amal akhiratnya.
Baca Selengkapnya

Minggu, 29 April 2012

Jangan Penuhi Hati Dengan dunia

       Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany - 19 Ramadhan, tahun 545, H. di Pesantrennya.

       Anak-anak sekalian, aku melihat aktivitasmu bukanlah upaya untuk muroqobah kepada Allah Azza wa-Jalla, yang senantiasa takut kepadaNya, tetapi lebih merupakanhubungan kaum jahat dan kehancuran, hubungan yang memisahkan diri dari para wali dan para sufi. Hatimu kosong dari Allah Azza wa-Jalla, dan anda penuhi dengan kesenangan dunia, pendukungnya dan benteng-bentengnya.  Ingatlah bahwa rasa takut kepada Allah Azza wa-Jalla itu merupakan muatan yang menjaga hati dan menerangi qalbu, penjelas dan penafsir. Bila anda terus demikian, maka anda telah berpijak pada keselamatan dunia dan akhirat. Bila anda ingat mati, akan sedikit sekali rasa senangmu pada dunia, dan anda lebih banyak menghindari dunia. Siapa yang akhirnya adalah maut, bagaimana bisa gembira dengan suatu hal?

Nabi Saw bersabda: “Setiap pejalan selalu ada tujuan, sedangkan tujuan setiap yang hidup adalah mati.” (Takhrij Ibnu Mubarak).

Akhir setiap kegelisahan, kegembiraan, kekayaan, kefakiran, kesulitan, kemudahan, sakit dan lapar, adalah mati. Siapa yang mati, maka tegaklah kiamatnya, yang jauh menjadi sangat dekat dalam haknya. Semua yang ada pada dirimu sangat membingungkan. Menyingkirlah dari apa yang ada padamu itu dengan segenap hati, batin, dan rahasia batinmu.

Dunia ini ada batas tertentu, dan kehidupanmu di akhirat tiada terbatas. Seriuslah dirimu agar hidupmu penuh dengan ketaatan. Bila anda telah berbuat demikian, seluruh dirimu hanya untuk Tuhanmu Azza wa-Jalla.

Maksiat itu adah eksistensi nafsu, dan taat itu adalah hilangnya nafsu. Raihan-raihan nafsu syahwat muncul dari nafsu, sedangkan mencegahnya adalah hilangnya nafsu tadi. Cegahlah kesenangan syahwatmu dan jangan mencarinya, kecuali berselaras dengan kepastian Allah Azza wa-Jalla, bukan berselaras dengan pilihan seleramu. Raihlah kesenangan nafsu dengan tangan zuhud secara paksa, maka tangan zuhud akan menggerakkanmu, dan kesenangan menyampaikan pada nafsu.

Zuhud itu harus ada sebelum anda tahu kondisi diri nafsu anda. Zuhud berada di tengah gelap, sedangkan pencarian dan kesenangan terang itu sendiri adalah gelap. Jika anda bisa keluar, anda benar-benar melihat terang. Kekuasaan itu adalah gelap, tetapi berpaku di hadapan Sang Empunya Kuasa adalah terang itu sendiri.

Awal perkara hidupmu adalah gelap, bila ketersingkapan hati dari Allah Azza wa-Jalla tiba dan anda berada di hadapanNya, maka perkara hidup anda jadi terang. Bila cahaya rembulan ma’rifat datang terbukalah kegelapan Lailatul Qadar. Bila matahari ilmu pengetahuan pada Allah Azza wa-Jalla terbit, hilanglah kepastian-kepastian darimu dan sirna kegelapan  total, maka akan jelas padamu apa dayamu dan mana yang jauh darimu, jelas pula yang yang dilematik dan problematik sebelumnya.

Lalu jelaslah perbedaan antara yang kotor dan yang bersih, apa yang ada dari Allah Azza wa-Jalla dan yang darimu sendiri.  Anda bisa membedakan mana kehendak makhluk dan mana kehendak Allah Azza wa-Jalla.  Anda pun melihat mana pintu makhluk dan mana Pintu Allah Azza wa-Jalla, anda akan melihat sesuatu yang tak pernah dilihat mata, tak pernah terdengar telinga dan tak pernah terlintas di hati.

Hatimu akan mengkonsumsi makanan Musyahadah, dan meminum minuman kemesraan, dan memakai pakaian penerimaanNya, kemudian dikembalikan kepada Allah demi kemashlahatan makhluk, mengembalikan mereka dari kesesatan mereka dan hijrahnya mereka dari Tuhannya Azza wa-Jalla, kemaksiatan mereka, lalu dikembalikan pada kekokohan benteng, penjagaan abadi dan keselamatan selamanya.

Hai orang yang tidak memahami dan tidak percaya hal ini, anda terlalu kerkutan pada kulitnya tanpa isinya, kulit kasar kering hanyalah layak bagi api neraka, kecuali anda tobat, beriman dan membenarkan.

Bila anda bertobat! Beriman dan membenarkan, maka dalam masa mudamu anda dapatkan kebaikan, keselamatan dan kemanisan. Bila anda tidak berbuat, anda dapatkan di dalamnya kaca yang bakal membelah lisanmu, permainanmu dan hatimu. Terimalah kata-kataku, aku sangat peduli padamu, kemarilah, jangan memusuhi aku, karena tak ada kebencian antara diriku dengan dirimu. Karena akulah tempat sujud bagi sholatmu, dan untuk membuang najismu dan kotoranmu, aku hadapkan kamu pada jalan, aku siapkan makan dan minuman, dan aku lakukan ini untukmu, tanpa minta sedikitpun imbalan darimu. Kesenanganku adalah khidmah sebagaimana para penempuh menuju Allah Azza wa-Jalla. Bila pencarianmu benar kepada Allah Azza wa-Jalla, maka segalanya akan ditundukkan padamu. Karena bila tujuan hamba dan pencariannya hanya bagi Allah Azza wa-Jalla, segalanya akan ditundukkan padanya.

Anak-anak sekalian, jadilah dirimu orang yang menasehati dirimu. Jangan mencari kebutuhan padaku dan selain aku. Nasehati lahir dan batinmu. Nasehati dirimu dengan terus menerus mengingat mati dan memutuskan hubungan dari faktor dunia. Bergantunglah kepada Tuhan semesta, Sang Maha Budi yang Agung dan Maha Tahu.

Bergelayutlah pada tali rahmatNya dan rasa kasihNya, lalu jangan sibuk pada yang lainNya, karena akan menjadi hijab bagimu terhadapNya. Sungguh yang membahagiakan aku bila anda menerimaku dan menjadi sedih diriku bila tidak mau menerimaku. Karena orang beriman itu mendekat padaku, sedangkan orang munafik menjauh dariku.

Hai orang-orang munafik, aku senantiasa berserasi dengan Allah Azza wa-Jalla dalam hal kemarahanNya pada kalian. Dia benar-benar menjadikan nyala api neraka padaku untuk membakar kalian. Namun bila kalian menerima dan bertobat, aku tidak akan berbuat apa-apa. Dan jika anda sabar atas ucapanku yang kasar, aku jadikan api itu dingin dan sejuk nan damai.

Sungguh celaka kalian ini? Bagaimana taatmu hanya pada lahiriyah, sementara maksiatmu memenuhi batinmu. Dalam waktu dekat anda akan dijemput maut dan derita, lalu dipenjara dalam penjara neraka Allah Azza wa-Jalla. Dan anda wahai orang-orang yang sangat membatasi amal ibadah, apa yang anda miliki? Kalian malah rela dengan kebatilan, siang dan malam, lalu anda menginginkan anugerah dari sisi Allah dengan cara yang singkat? Bersegeralah untuk melakukan aktivitas amaliah, berarti kalian telah mengembalikan dirimu. Setiap yang masuk selalu bingung, dan yang lain sedang membersihkan kotoran.

Bila anda bertobat haruslah dari awal hingga akhir. Hai orang-orang yang membandel untuk berbakti pada Tuhannya. Wahai orang yang merasa cukup dengan pikiran-pikirannya, dan menolak pandangan para  Sufi, para Nabi, para Rasul dan orang-orang shalih. Wahai orang yang berpegang pada makhluk, bukan pada Allah Azza wa-Jalla, dengarkan sabda Nabi Saw.:

“Terlaknat, terkutuk, orang yang  keteguhannya justru pada makhluk yang sama dengannya.”

Janganlah anda memburu dunia, juga jangan membenci sesuatu dari dunia, karena hal demikian bisa merusak hatimu  sebagaimana madu dirusak oleh cuka.

Celaka! Anda menggabungkan cinta dunia dengan kesombongan, dua-duanya adalah perilaku yang tidak membuat orang bahagia selamanya, jika orang itu tidak mau taubat dari dua hal itu.

Jadilah orang yang berakal sehat, siapa dirimu, apa dirimu, dari apa anda dicipta, untuk apa anda dicipta? Jangan sombong,  karena tidak ada yang sombong kecuali orang bodoh pada Allah Azza wa-Jalla, RasulNya dan orang-orang saleh. Hai orang yang sempit akalnya, anda mencari keluhuran dengan kesombongan, kalian pasti akan terbalik. Karena Sang Nabi saw, bersabda:

“Siapa yang rendah hati kepada Allah, maka Allah Azza wa-Jalla akan meninggikan derajatnya, dan siapa yang sombong Allah akan merendahkan derajatnya.” (HR. Imam Ahmad).
Baca Selengkapnya →Jangan Penuhi Hati Dengan dunia

Makanan Sufi adalah Dzikrullah

Anak-anak sekalian, jujurlah padaku. Lepaskanlah sebagian hartamu yang ada di rumahmu. Aku tidak punya keinginan sedikitpun kecuali kejujuran dan keikhlasanmu, bukan untukku, tetapi demi untukmu. Peganglah dengan kuat ucapanmu, lahir dan batin, karena ada malaikat yang selalu mengawasi lahiriyahmu, sedangkan Allah Azza wa-Jalla yang mengawasi batinmu.
Hai orang yang membangun istana dan apartemen, yang umurnya hilang dalam pembangunan dunia, yang tidak menegakkan bangunan dengan niat yang shaleh. Padahal membangun dunia itu fondasinya adalah niat yang saleh, bukan membangun dengan fondasi  nafsu dan kesenanganmu. Hanya orang bodoh yang membangun dengan nafsu dan kesenangan, watak dan tradisinya tanpa disertai aturan yang jelas dan keselarasan dengan ketentuan Allah azza wa-Jalla dan tindakanNya.
Baca Selengkapnya →Makanan Sufi adalah Dzikrullah